27 Mei 2022 11:18:20
Ditulis oleh Admin

TRADISI NYADRAN, SEBAGAI BENTUK RASA SYUKUR DAN UPAYA BERSIH DESA – DUSUN SUMURGUNG

Tradisi bersih dusun atau biasa dikenal dengan nama Nyadran masih dilestarikan oleh masyarakat dan Pemerintah Desa Sumurjalak, khususnya di Dusun Sumurgung tepatnya pada tanggal 26 Mei 2022 kemarin. Acara Nyadran berlangsung dengan meriah, penuh keakraban, serta persaudaraan. Tradisi nyadran ini, berasal dari tradisi Hindu- Budha sejak abad ke- XV. Walisongo menggabungkan tradisi dengan dakwahnya, supaya Islam dapat diterima dengan mudah. Pada waktu itu, Walisongo berusaha meluruskan kepercayaan masyarakat Jawa tentang pemujaan roh yang waktu itu dinilai musyrik dalam Islam. Namun, supaya tidak berbenturan dengan tradisi Jawa, mereka tidak menghapuskan adat tersebut melainkan menyelaraskan dengan ajaran islam seperti membaca Al- Qur'an, tahlil dan do'a.

Masyarakat Desa Sumurjalak itu sendiri menganggap tradisi ini sebagai upaya membersihkan desa dari bahaya dan gangguan dari hal-hal yang bersifat gaib dan tak kasat mata. Akan tetapi, sering juga disebut sebagai sedekah bumi yaitu ungkapan rasa syukur masyarakat akan hasil bumi berupa hasil panen para petani. Tradisi ini biasanya dilaksanakan setahun sekali pada hari baik secara adat di Dusun Sumurgung yaitu pada hari Kamis Pahing. Persiapan acara Nyadran biasanya warga sekitar melakukan kerja bakti bersama untuk membersihkan area Punden Makam dan sekitarnya sebagai lokasi acara Nyadran. Malamnya, tepatnya pada hari Rabu, 25 Mei 2022, masyarakat Dusun Sumurgung melaksanakan selametan (sodaqoh makanan) dan mengirim do’a kepada leluhurnya yang sudah meninggal (tahlil bersama).

TAHLILAcara tahlil bersama malam nyadran

Setiap acara Nyadran di Punden Makam sesuai adat yang telah berjalan sejak dulu, selalu mengundang grup Karawitan (grup musik jawa), lengkap dengan Waranggono atau Sinden (penyanyi jawa) sebagai hiburan masyarakat. Biasanya acara Tayub dilaksanakan dalam dua waktu yaitu pada siang hari pukul 13.00 WIB dan pada pukul 01.00 WIB dini hari. Acara Nyadran yang dilaksanakan di Dusun Sumurgung kali ini, mengundang grup Karawitan “Sekar Budoyo” dengan dua sinden yaitu Mirawati dan Karniati.

sinden

Sinden/Sindhir atau Waranggono dalam acara Nyadran

Setelah acara dimulai, satu per satu tamu yang pada umumnya adalah laki-laki, lantas mengambil sampur atau selendang. Mereka kemudian menempatkan diri hingga membentuk suatu formasi dua baris dan saling berhadapan antarbaris. Lantunan gendhing berbahasa jawa turut mengiringi setiap gerak tarian dalam Tayub. Gendhing itu dilantunkan oleh Sindhir/Sinden  atau Waranggono yang umumnya perempuan. Para tamu  yang sudah mengenakan selendang akan melakukan gerakan melangkah, memainkan selendang, memutar pergelangan tangan kanan dan kiri secara bergantian, lalu saling memunggungi. Kemudian, pada pola pukulan gong tertentu, mereka berdiri tegak (tanjak). Gerakan-gerakan tersebut terus berulang menjadi tarian sampai acara selesai. Keselarasan irama gerak tarian dengan permainan gamelan serta lantunan gendhing inilah yang menciptakan kerangka konsep Tayub.



Kategori

Bagikan :

comments powered by Disqus